Bu, selama ini aku tidak pernah membicarakan soal perempuan
dengan ibu. Kali ini aku mau menceritakannya dengan ibu untuk kali pertamanya.
Ya, bu, anak laki-lakimu kini sudah hendak menginjak 23 tahun. Anak laki-lakimu
tertarik dengan seorang perempuan, yang sepertinya dia memiliki kesamaan dengan
ibu. Karena ibu belum pernah menemuinya, izinkan aku untuk bercerita tentang
perempuan yang mencuri hati anak laki-laki ibu.
Bu, dia mungkin bukanlah perempuan tercantik yang pernah
anak laki-lakimu temui. Tapi bu, anak laki-lakimu tidak sedang mencari yang
tercantik. Apalah arti kecantikan jika karena kecantikannya justru membuat anak
laki-lakimu merasa tidak tenang bu? Dia memang bukan yang tercantik, tapi
percayalah bu, parasnya sudah cukup membuat anak laki-lakimu ini tidak tergoda
dengan wanita lain. Sudah cukup membuat anak laki-lakimu merasa tenang.
Bukankah itu sudah cukup Bu?
Bu, perempuan yang mencuri perhatian anak laki-lakimu ini
mungkin tidak sepandai Ibu dalam hal memasak. Setidaknya belum bu. Tapi tenang
bu, aku bukanlah anak laki-lakimu yang dulu. Anak laki-lakimu yang sekarang tak
lagi suka milih-milih makanan, bu. Apa pun yang dia hidangkan untukku, selama
itu baik, insha Allah akan aku makan bu. Aku juga yakin, kelak dia akan sepandai
ibu dalam memasak. Bukan tidak mungkin pula masakannyalah yang akan aku
rindukan setelah masakan ibu.
Bu, ada berjuta kemungkinan yang sedang berkecamuk di
pikiran anak lelakimu ini, banyak hal dan berbagai alasan. Ibu pernah cerita
tentang Siti Hajar yang berusaha mencari air untuk Ismail antara Safa dan
Marwah, dia juga mengajariku tentang bagaimana berusaha. Aku harus
menyelesaikan apa yang aku mulai dulu. Tenang, bu. Aku bukan lagi aku yang saat
aku duduk di bangku TK, yang selalu menoleh ke belakang mencari ibu, untuk
memintamu menyelesaikan tugasku.
Bu, terima kasih untuk segala doamu yang tak pernah habis
untuk anak laki-laki kesayanganmu ini, yang menyertaiku hingga sekarang dan ke
depan nanti.
Comments
Post a Comment